Bibliometric: Standar Baru dalam Penulisan Karya Ilmiah ?
Tidak ada seorang pun yang bisa
membayangkan bahwa disruptive ekonomi akhirnya menghampiri “tahta” dunia
pendidikan yang selama ini cenderung regulative dan sedikit “arogan”. Kebenaran
mutlak ilmiah hanya ada dalam lembaga-lembaga pendidikan yang establish.
Stakeholders di luar Lembaga-lembaga tersebut, nyaris tidak berdaya.
Selama lima tahun terakhir ini,
perlahan tetap pasti perubahan yang distruptif tersebut semakin nyata. Apalagi
dengan adanya turbulensi pandemic Covid 19. Perubahan yang tadinya hanya
berkutat pada alat statistic seperti SPSS, eView, AMOS, dan Lisrel, sekedar
menyebut contoh, meningkat lagi.
Peningkatan ini terjadi pada aplikasi
uji kemiripan (similarity test), misalnya dengan Uji Turnitin, kemudian cara
mengutip nama pengarang dan penulisan daftar pustaka, misalnya dengan
menggunakan aplikasi Mendeley. Sehingga cara dan metode penulisan karya ilmiah
mengalami perubahan total. Tuntutan adanya digital literacy menjadi sebuah
keniscayaan.
Seorang dosen dan mahasiswa yang
tergagap dari sisi digital literacy, mau tidak mau, harus ada effort khusus
untuk menambah skill. Bila tidak, akan semakin tersisih dalam perubahan dunia
pendidikan yang masih terjadi. Dan perkembangan terkini, ialah tersedianya
aplikasi bibliometric bagi seorang peneliti.
Bibliometrik pada dasarnya merupakan
“is the use of statistical methods to analyse books, articles and other
publications. Bibliometric methods are frequently used in the field of library
and information science. The sub-field of bibliometrics which concerns itself
with the analysis of scientific publications is called scientometrics.”
Demikian versi Wikipedia. Bahkan bibliometric pun digunakan dalam analisis Big
Data.
Sehingga, tidak lama lagi, kita akan
sering mendengar kata-kata dalam bimbingan skripsi, tesis dan disertasi,
“apakah sudah menggunakan bibliometric?”.
Pernah di-posting di Facebook: https://www.facebook.com/robert.kristaung