Pengikut

Rabu, 28 April 2021

 PERSONAL BRANDING

 Prolog

Merek ada dalam setiap aspek kehidupan kita, mulai dari produk, kota bahkan hingga perguruan tinggi. Salah satuya adalah merek pesonal (personal branding). Merek personal pada tataran praktis digunakan oleh para selebriti, atlet olah raga, CEO, profesional (1) seperti akuntan, pengacara atau dokter (2), politisi, pimpinan korporasi dan masih banyak lagi (3).

Namun tentu saja terjadi perbedaan cara pandang yang dipengaruhi oleh lingkungan dan posisi orang tersebut di masyarakat atau korporasi. Oleh karena membangun merek personal membutuhkan suatu strategi untuk berhasil.

Pada dasarnya membangun merek personal adalah sama seperti dalam tahapan membangun merek untuk produk atau jasa yang bertujuan untuk membantu konsumen dalam keputusan membeli. Dan tidak terlepas dari upaya pemasaran seseorang untuk mempromosikan dirinya dalam industri/pasar jasa.

Kemudian perusahaan menyadari pentingnya peranan figur-figur tertentu yang bisa “dijual” untuk meningkatkan merek perusahaan. Merek personal dengan perlahan tapi pasti menjadi subjek yang penting untuk meningkatkan penjualan, situs dan jasa konsultasi. Bahkan dalam era digital ini berkembang apa yang disebut sebagai personal digital branding (2)

Kheder menjelaskan tiga komponen penting dari merek personal yaitu identitas, posisi dan citra merek personal (1).  Identitas merek personal umumnya bersumber dari modal sosial dan budaya yang dimiliki seseorang (dan juga melalui korporasi). Untuk posisi merek personal tergantung pada strategi yang dipilih baik secara individu atau didorong oleh koporasi. Akhirnya muncul citra merek personal yang terrefleksi dalam maupun di luar (aura) tindakan seseorang (dan organisasi).

Ada empat bagian mendasar dalam diri seseorang untuk memiliki personal branding yang kuat, yaitu emosi, fisik, mental dan spiritual (4). Setelah memiliki fondasi yang memadai dari keempat unsur ini, maka strategi dalam membangun merek personal dilakukan dengan tahapan sebagai berikut, (5, 6) penyusun visi, misi, nilai, peran dan tujuan personal. Kemudian tahapan berikutnya ada melakukan intropeksi personal, self-knowledge, self-esteem dan persepsi sosial. Sehingga mudah dalam melakukan tahap ketiga yaitu melakukan identifikasi keunikan personal, sehingga menjadi jelas dalam melakukan komunikasi diri (self-communication).

Oleh karena merek personal melekat dalam diri seseorang, maka harus dilihat dari sisi kontektual keorganisasiannya.  Dari sisi organisasi, maka ada perspektif merek yang bisa dirujuk yaitu strategi portofolio merek dan arsitektur merek (6). Sehingga dapat diperoleh sebuah konstruksi merek yang sesuai kebutuhan dan bisa diterapkan (actionable) (7)

Media Sosial Sebagai Medium Merek Personal

Untuk mampu bekerja secara efektif dan berkelanjutan suatu usaha harus mampu dikembangkan termasuk dalam kategori merek personal. Dengan demikian harus diakui bahwa membangun merek personal adalah langkah membangun sosok yang akan menjadi atau ikon dari merek atau produk atau jasa yang dioperasionalkan perusahan. Pada dasarnya membangun merek personal adalah membangun efek dan dikonsumsi pihak lain sehingga menjadi relasi sosial (8), termasuk pada persaingan pasar global terjadi pada level perusahan atau personal suatu hal yang tidak pernah terpikir sebelumya dalam membangun merek atau jasa.

Ekstrapolasi dalam perkembangan social media memberikan ekskalasi yang cepat dibandingkan dengan daya jangkau media konvesional seperti koran, majalah dan televisi dibandingkan dengan media sosial misalnya Twitter, Facebook, Instagram, Youtube dan seterusnya tidak terlepas dari karakter ini

                                              Gambar 1. Delapan Elemen Media Sosial (9)

Delapan elemen modia sosial yang penting dapat dilihat dalam Gambar 1.,  yang dirilis sembilan tahun lalu, saat ini kita saksikan hampir 75% masih eksis, bahkan semakin memperkokoh kekuatannya pada dunia maya. Siapa yang tdak mengenal Twitter, Facebook, Youtube, dan Wikipedia. Tentu saja elemen ini bisa saja tidak lagi tepat untuk memasukkan komunitas komersil sebagai elemen media sosial. Oleh karena, misalnya, Amazon telah berkembang menjadi platform e-commerce raksasa dan menjadi apa yang disebut sebagai super-application. Berbagai medium media sosial inilah biasanya orang atau korporasi melakukan merek personal, dan tidak ada yang bisa membantah dari sisi efektivitas dan jangkauannya.

 Gambar 2. Klasifikasi Sosial Media berdasarkan Presensi sosial/Jangkaun dan Presentasi/Pengungkapan (10)

 

Namun ternyata setiap media social memiliki karakteristik tersendiri seperti yang disajikan dalam Gambar 2., dari sisi presentasi dan keterbukaan dibandingkan dengan kehadiran dan jangkauannya. Misalnya Blog sekalipun dari sisi presentasi dan keterbukaan sangat tinggi tetapi daya jangkauannya termasuk lemah. Sebaliknya, Youtube yang sangat populer dinilai dari sisi presentasi/pengungkapan lemah, tapi dari kehadiran dan jangkauannya termasuk sedang. Facebook mendapat penilaian yang lebih baik dibandingkan dengan Blog, Wikipedia dan Youtube. Sehingga tidak mengherankan banyak orang atau perusahaan menggunakan lebih dari satu media sosial. Sehingga muncul profesi yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya yaitu manajer sosial media, yang secara khusus dan fokus untuk membangun merek produk atau personal untuk mengakuisisi dan mempertahankan pelanggannya.

Pelaku bisnis memahami bagaimana mendapatkan keunggulan dengan adanya media sosial (2)  yang memiliki norma tersendiri. Memang pemahaman diri dan karakter seseorang semakin lekat di media sosial. Salah satunya adalah berkembang dengan apa yang disebut merek digital. Termasuk, merek personal digital menciptakan perlakuan dengan munculnya tampilan personal secara individu. Sebagai contoh ada beberapa Rumah Sakit secara khusus “mempromosikan” dokter yang handal di rumah sakit tersebut tidak hanya dengan menampilkan dalam display digital di ruang tunggu pasien yang mudah dilihat dan diingat oleh pasien atau keluarganya, tetapi juga dalam berbagai platform media sosial.

Media sosial memiliki keunggulan dan kelemahan. Salah satu kelemahannya adalah (mungkin) berkurangnya kemampuan keterampilan relasi sosial secara nyata, akhirnya tampilan dalam dunia nyata dan maya terjadi perbedaan seperti bumi dan langit, tidak “seindah” di dunia maya yang kita lihat.

Epilog

Pertama, membangun merek personal ternyata memerlukan sentuhan profesional. Artinya bagi seseorang yang ingin membangun merek personal yang kuat perlu melakukan kolaborasi dengan ahli pemasaran yang memang melakukan spesialisasi dalam bidang ini. Dan mau tidak mau ada tim yang bekerja secara professional dalam membangun dan  Dengan kata lain, peluang usaha bagi para pemasar sangat terbuka luas.

Kedua, merek personal yang terkait dengan portfolio merek korporasi seperti industri jasa kesehatan, pendidikan dan hiburan memerlukan perubahan cara pandang dari kedua belah pihak (karyawan/manajer dan manajemen korporasi.

Ketiga, merek personal baik secara nyata maupun digital sebenarnya adalah dua sisi mata uang yang sama, Tidak bisa dinyatakan bahwa merek personal digital lebih penting karena saat ini adalah era digital. Oleh karena seseorang yang telah memiliki merek personal akan lebih powerful bila merambah dalam dunia digital. Sebaliknya, seseorang yang hanya mengandalkan media sosial sebagai basis untuk mendongkrak merek personal dapat dipastikan akan mengalami kegagalan.

REFERENSI

  1. Kheder M. A Brand for Everyone: Guidelines for Personal Brand Managing. J Glob Bus Issue. 2015;51(3):49–51.
  2. Kleppinger CA, Cain J. Personal digital branding as a professional asset in the digital age. Am J Pharm Educ. 2015;79(6).
  3. Kucharska W, Confente I. Selfie and Personal Branding Phenomena in the Context of the Network Economy. A Literature Review. Handel WewnÄ™trzny [Internet]. 2017;6(371):59–68. 
  4. Thomas VL, Saenger C. Promoting or protecting my brand: the identity-expression and fear-of-imitation conflict. J Consum Mark. 2017;34(1):66–73.
  5. Veronica Ioana Ilies. Strategic Personal Branding for Students and Young Professionals. Cross-Cultural Manag J. 2018;XX(01):43–51.
  6. Carolino E, Santos S. Brand portfolio strategy and brand architecture : A comparative study. Cogent Bus Manag [Internet]. 2018;5(1):1–10. A
  7. Kristaung R. Construction Of Customer Relationship Management In Retail Business. 2019;12(2):297–314.
  8. Gujarathi R. Understanding Personal Branding Perceptions Through. 2018;10(Rampersad 2008).
  9. Markos-kujbus E, Mirkó Gati. The Attributes of Social Media as an Online Strategy Tool. In: emma Annual Conference 2012 - What’s So Special about Media Management? 10-11 February, 2012, Budapest. 2012.
  10. Vitelar A. Like Me: Generation Z and the Use of Social Media for Personal Branding. Manag Dyn Knowl Econ. 2013;7(2):257–68.
Bekasi, 28 April 2021


Salam Takzim


Banyuwangi, 25 Februari 2019

 

Senin, 12 April 2021

 

Journal Reading

(Re-run Episode 2)


   (7 April 2021, Gema Universitas Trisakti)


Prolog

Journal Reading? Tentu menimbulkan banyak tanda tanya bagi kita semua. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan journal reading atau teknik membaca arikel ilmiah ini. Sedemikian sulitkah, sehingga harus dipelajari dan harus menjadi mata kuliah sendiri, misalnya untuk level program doktoral.

Jawabannya : Tentu tidak. Lantas untuk apa? Jawabannya : Standarisasi. Standarisasi ini bertujuan untuk penyamaan level kompetensi dan proses perkuliahan dari sisi input, proses dan output.  Oleh karena setiap perguruan tinggi dan penerbit karya ilmiah memiliki writing styles (gaya selingkung) yang berbeda-beda.  Setiap perguruan tinggi memiliki gaya selingkung dalam penulisan disertasi, yang tentunya merupakan hasil kajian yang mendalam berdasarkan tradisi akademik yang telah dibangun selama ini. Dan tentu saja gaya selingkung tersebut telah dilakukan benchmark dengan berbagai perguruan tinggi, publisher yang bereputasi dan tentunya sesuai dengan regulasi Pendidikan tinggi.

Teknik membedakan dan memilih artikel ilmiah berdasarkan kriteria baku atau universal

Pertama, pilihlah jurnal ilmiah yang berwibawa (terakreditasi dan diakui dalam lingkungan peer group). Jurnal tersedia dalam bentuk hardcopy dan softcopy. Untuk softcopy beberapa publiher terkemuka menyediakannya seperti Elsevier, Sage, Proquest dan Emerald. Untuk Indonesia tersedia Sinta dan Garuda. Perlu diingat bahwa sebaiknya jangan menggambil jurnal ilmiah melalui mesin pencari populer seperti Google, Yahoo atau Mozilla, karena bersifat shareware atau freeware, maksudnya siapa saja dapat mengunggah karya ilmiahnya sekalipun belum diakui oleh komunitas keilmuan seperti perguruan tinggi, asosiasi keilmuan atau profesi dibidangnya.

Kedua, melakukan pemindaian (scanning): judul, abstrak dan kata kunci. Termasuk, menelusuri dengan cermat latar belakang penelitian sampai dengan perumusan atau tujuan penelitian. Kalau sudah cocok dengan aspek konstruk/variabel, peneliti perlu melihat pada model penelitian atau kerangka analisis. Dengan demikian, basis teoritis menjadi kunci atau dengan bahasa sederhana penguasaan teoritikal atas konsep atau variabel yang dipilih harus dimiliki oleh penulis atau peneliti.

Ketiga, hal yang paling mendasar dalam menyusun karya ilmiah adalah memperhatikan keterbatasan penelitian (limitation) dan saran untuk penelitian selanjutnya (future research). Berdasarkan keterbatasan penelitian dan saran untuk penelitian selanjutnya, maka kita mencoba menyusun model alternatif. Memang ada pendapat yang menyebutkan bahwa penelitian replikasi hanya menambah variabel atau konsep atau sampel berdasarkan saran peneliti yang kita rujuk, tetapi saya tidak sependapat dalam hal ini, mengapa? Hal ini penting yakni orisinalitas atau kebaruan (novelty) yang akan dicari oleh peneliti yang menjadi faktor kunci untuk membedakan dengan penelitian sebelumnya. Langkah paling akhir adalah kesesuaian dengan aspek metodologis dan alat analisis seperti pilihan desain penelitian, apakah eksperimental atau simulasi atau bahkan menggunakan statistik non-parametrik.

Perkembangan beberapa tahun terakhir ini ditambahkan dari sisi DOI (Digital Objective Identifer), sekalipun ada beberapa kritik karena menjadi mudah diretas. Masalah credential dan impact factors untuk penulis dan jurnalnya. Isu ini menjadi semakin penting oleh karena tidak setiap jurnal yang dipublikasikan di emerald, proquest bahkan scopus sekaligus mampu memenuhi kedua kriteria ini. Ada semacam kesalaham pemahaman atau persepsi “seolah-olah” kalau sudah jurnal berbahasa Inggris dan penulis internasional, apalagi dari publisher terkemuka, maka teori atau model yang absolut yang direplikasi atau modifikasi menjadi model penelitian yang absolut tidak ada kesalahan dalam melakukan konstruksi model yang akan diuji secara empiris. 

Epilog: Telaah kritis (critical review) atas artikel ilmiah

Ada berbagai teknik atau cara dalam menelaah sebuah artikel ilmiah. Pertama adalah pendekatan ProCon (Pro vs Contra) yang biasanya dilakukan oleh peneliti jika sudah memiliki model penelitian yang akan diuji. Berdasarkan model tersebut dilihat variabel-variabel (termasuk pengukuran) apa saja yang memiliki persamaan dan perbedaan dengan artikel-artikel yang dilakukan perbandingan. Jadi si peneliti sudah memiliki bekal teoritis yang kuat.

Kedua, pendekatan formal, (ini hanya istilah dari saya saja untuk membedakan dengan pendekatan pertama. Dalam pendekatan ini dibuat semacam daftar ulasan mulai dari judul, penulis, tahun, absbrak, kata kunci, kebaruan hingga pada implikasi. Sebagai ilustrasi diberikan dalam akhir tulisan. Tentu saja ilustrasi ini hanya penyederhanaan, silahkan bisa ditambahan elemen-elemen dan deskripsi ulasan oleh kita sendiri untuk mempertajam kesimpulan apakah tulisan tersebut sangat baik, baik, cukup baik atau buruk.

Ketiga, pendekatan kontemporer) yang sebenarnya diilhami dari teknik melakukan resensi sebuah buku teks. Pendekatan ini memiliki tiga dimensi. Dimensi pertama dari sisi teknis (format penulisan, mudah dibaca, dan seterusnya). Dimensi kedua dari sisi metodologis, seberapa baik, terbuka dan jelas tahapan-tahapan metode penelitian yang dipaparkannya. Dimensi ketiga adalah dari sisi keilmuan, seberapa tepat dan kokoh model teoritis dan model empiris yang dilakukan oleh peneliti, Lebih khusus lagi melihat dari sisi aksiologis pada implikasi teortis, instrumentasi, manajerial atau regulasi.

Ilustrasi Ulasan Jurnal

No.

Unsur

Deskripsi

Bobot

Skor

1.

Judul, Penulis, Tahun, Institusi dan Abstrak

Pada bagian ini setiap publisher memiliki format sajian yang berbeda,

5

 

2.

Pendahuluan

a.   Apakah cukup jelas disajikan sehingga pembaca mudah untuk melihat fenomena teoritis dan fenomena emipris.

b.      Apakah research objectives dan research questions dipaparkan?

20

 

3.

Ulasan Literatur

Konsistensi kajian literatur dengan judul/tema, research objectives dan research questions.

20

 

4.

Rerangka Analisis

Seberapa mudah pembaca  memahaminya. Untuk bidang keuangan dan akuntansi, ada juga yang tidak menampilkan secara visual dengan diagram, tapi dengan model matematis (biasanya masuk dalam bagian metode).

5

 

5.

Pengembangan Hipotesis

Apakah cukup lengkap atau bagaimana? Saat ini banyak jurnal yang menggunakan gaya IMRAD (Introduction, Methods, Result, and Discussion), sehingga bagi yang pemula sering bingung karena tidak ada ulasan literatur, rerangka analisis dan hipotesis. Ketiga unsur ini dipadatkan pada bagian introduction.

5

 

6.

Metode

Apakah metode penelitian yang digunakan mudah ditelusuri, mulai rancangan penelitian, pengukuran, sampling dan teknik pengumpulan sampai teknik analisis

10

 

7.

Hasil dan Pembahasan

Mudah dipahami dan ada pembahasan penelitian tersebut, tidak hanya sekedar menyatakan menerima atau menolak hipotesis nol dan mengonfirmasi menerima atau menolak dengan hasil penelitian sebelumnya.

25

 

8.

Kesimpulan, Implikasi & Rekomendasi

Apakah jelas dan terlacak oleh pembaca.

10

 


  

Kesimpulan atas artikel bisa berdasarkan skor yang dikategorikan sebagai berikut:

Sangat Baik        : > 80

Baik                     : 70 – 79

Cukup Baik         ; 60 – 69

Buruk                  : < 59

 

Sumber: Dengan modifikasi seperlunya, Kristaung R. & Yvonne, A., 2019., Metodologi Penelitian Untuk Bisnis dan Akuntansi, Jakarta: Penerbit Dian Rakyat.